Monday, July 7, 2008

CITRA DIRI ORANG JAWA

Seorang-orang yang dikatakan memiliki integritas kepribadian, manakala orang itu memiliki tingkatan komitmen yang tinggi terhadap budaya. Dengan kata lain “Widya Darma Budaya” itu tercermin pada sebuah “gegayuhan hayati” atau niatan insan untuk meningkatkan atau mempertebal rasa percaya diri (self confidence)
Gegayuhan hayati itu meliputi; Wisma, Wanita, Curiga, Turangga, Kukila, apabila seorang-orang telah melengkapi dirinya dengan kriterium tersebut, berarti telah memasuki gambaran idial citra dirinya.
Sebuah buku yang sarat dengan makna dan memberikan uraian tentang Wisma, Wanita, Curiga, Turangga, Kukila, sangat detil. Seorang-orang dinyatakan memasuki labirinnya idealitas itu, tidak hanya memenuhi secara minimal, dalam arti menyediakan/memenuhi, wisma, misalnya. Ternyata lebih dari itu.
Ketika orang dinyatakan telah mampu memiliki wisma, tentunya juga harus mengenali lebih dalam makna yang terkandung adalam “wisma” itu sendiri. Mulai dari makna filosofi, hingga makna pragmatignya.
Buku yang dikreasi Suryanto Sastroatmojo ini, membedah makna hingga akar-akarnya, ternyata idealitas yang tersimpan dari, Wisma, Wanita, Curiga, Turangga, Kukila , tidak hanya menyediakan namun terdapat “kata arif yang tersembunyi di balik kata itu”
Detil buku:
JUDUL : Citra diri Orang Jawa
PENULIS: Suryanto Sastroatmojo
PENERBIT: Narasi. Jl. Irian Jaya D-24 Perum Nogotirto Elok II Yogyakarta 55292 Telp. 0274-7103084.
CETAKAN I-April 2006
ISBN: 979-7564-80-0
HALAMAN: viii+ 136 hlm. 13,5 x 19,5
WISMA:
Wisma dimaknakan sebagai papan, idealitasnya jika sebuah rumah tangga dijamin oleh tempat tinggal telah mencapai idialitas itu, dan citra diri seorang akan’ternamai”. Namun adapula yang memberikan simbolis sebagai kemapanan, atau seorang-orang yang telah mencapai pada tataran “establish
Buku ini sangat luarbiasa dalam mencermati wisma, mulai pemikiran harmonisasi hingga persenyawaan antara alam dengan zaman, alam dengan insan, alam dengan leluhur.
Papan juga dimaknakan sebagai tempat orang berdiam, maka pemeilihan tempat/tanah harus diperhatikan.
Tanah-tanah terbaik.
Di dalam “almanac Dewi Sri 1976” tertulis, bahwa rumah yang baik harus berdiri di tanah yang baik. Atau sebaliknya, di atas tanah yang baik harus berdiri rumah yang baik.
Tentunya hala ini mengkondisi bahwa rumah dan tanah hatus memiliki pertimbangan ideal.
Terdapat 6 jenis tanah yang baik menurut primbon Jawa; 1. Gasik, yaitu tanah yang tidak berlumpur dalam musim hujan dan tidak ‘nelo’ [belah] pada musim kemarau. 2. Eloh, yaitu tanah yang gemuk, dan struktur tanah ini produktif untuk tanaman. 3.Njujugan, tanah yang letaknya strategis, sehingga bangunan di atasnya akan memilki dampak optimistic. 4. Reja, yaitu pada tempat yang ramai, misalnya dipinggir jalan yang besar, dekat persilangan kutub-kutub jalan dan dikenal, 5.Ayem, yakni tetnteram; dan biasanya suasana demikian berpengarus besar terhadap iklim-cuacanya. 6. Lempar, yaitu tanah nan luas dan rata.
Primbon yang lain memmuat juga tanah yang disebut ideal yakni:
  1. Siti Arjuna Wiwaha
  2. Siti Langu Purwala
  3. Siti Sosong Buwana
  4. Siti Bojanalaya
  5. Siti Tega warna
  6. Siti Sri Kamumule
  7. Siti Bathari
  8. Siti Manikmaya
  9. Siti Bathara

[Dalam posting ini tidak mungkin kami ungkap seluruhnya, misalnya bentuk-bentuk rumah Jawa, Falsafah Tri Hita Karana, Gradasi rumah dan Preferensinya]

No comments:

Warto Selaras

Google