Thursday, August 7, 2008

REORIENTASI DAN REVITALISASI :PANDANGAN HIDUP JAWA.

Orang sering mencirikan budaya Jawa itu penuh toleran dan akomodatif, oleh karenanya Jawa tidak pernah memiliki sikap yang serta merta menolak, namun lebih dari itu, segalam sikap akan melalui proses pengedapan. Termasuk pula dalam aspek kehidupan religius. Jawa sangat erat dengan “sinkretisme” yakni pola laku mengkombinasikan sebuah keyakinan. Oleh karenanya ditengarai bahwa pandangan budaya Jawa itu selalu ditandai hal-hal berikut:

  • Religius
  • Non doktriner
  • Toleransi
  • Akomodatif
  • Optimistik

Akhir seorang-orang bernama Suyamto, Insinyur yang saat itu sebgai Ketua Umum Yayasan Jatidiri, menuangkan gagasannya setelah melewati penghayatan apa yang dilihat dan didengar, terkait dengan budaya Jawa. Gagasan ini, kini telah menjadi buku, dengan mengmbil judul Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa. Sesunggah nya gasaan awal ini berawal dari sebuah permohonan ceramah di hadapan 2000 anggota PERMADANI—[Persaudaraan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia] yang sedang memperingati hari ulang tahun kedelapan [sewindu].
Buku ini adalah rekaman perenungan tenteng berbagai aspek kebudayaan Jawa, sebagai tindak lanjut tanggapan-tanggapan atas makalah pada Konggres Kebudayaan Nasional di Jakarta, tanggal 29 Oktober sampai 3 Nopember 1991, terutama mengenai “tantularisme” dan kaitannya dengan sikretisme Jawa.
Data Buku:
JUDUL: Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa
PENULIS : Sujamto, Ir
PENERBIT : Dahara Prize. Jl. Dorang 7 Phone 23518 Semarang.
CETAKAN : II Edisi revisi Nopember 1992
TEBAL : 127 Hlm

Gagasan awal buku ini, ingin melihat lebih dalam tentang pola laku itu, bahkan mengejawantahkan terminologi baru paham Jawa yang dirasa lebih tepat, yakni “Tantularisme”. Orang tentunya akan dingatkan oleh pemikiran ini karena “Tantular” adalah seorang-orang empu yang memiliki ketajaman pikir dan kearifan.
Buku ini membedakan, antara “tantularisme” dan "sikretisme Jawa", kendatipun memiliki kedekatan
Kita ketuhui saat ini penggunaan terminology sikretisme dalam ranah budaya Jawa, sangat deras. Namun acapkali memiliki multi tafsir. Mulai dari istilah ‘Sinkretisme”, “sinkretisme agama”, atau “sikretisme Jawa” untuk menunjukkan gejala atau kecenderungan yang menonjol dalam religiositas Jawa. Sisi lain istilahn ini sebagai penggantinya dipadankan dengan “mosaic” , “Coalition”, “the religion of Java” atau “agama di Jawa, atau sekedar istilah “percampuran” atau “vermenging” atau “agami Jawi"

SINKRETISME:Jika merujuk istilah-istilah yang sedang berkembang terkait dengan sinkretisme, seperti vermenging, blending, mosaic, amalgamation dan lain-lain itu jelas lebih berkonotasi pada proses dan bentuk ketimbang pada semangat yang mendasari proses itu. Sinkretisme memang dapat kita pandang dari segi proses dan bentuk. Tetapi sinkretisme adalah juga semangat. Dan terhadap gejala yang terjadi dalam religiositas Jawa ini, barangkali kita akan memperoleh gambaran yang lebih mendekati kenyataan kalau kita melihatnya dari semangat. Dilihat dari segi ini, akan sangat jelas bahwa semangat yang ada dalam religiositas Jawa itu yang menonjol bukanlah semangat sikretisme. Bukan semangat untuk membentuk sesuatu aliran atau system kepercayaan ataupun agama yang ada. Semangat yang amat menonjol adalah toleransi yang hampir-hampir tanpa batas, yang dilandasi oleh kayakinan orang Jawa pada umumnya bahwa “sedayaagami punika sami” [semua agama itu baik]
TANTULARISME:
Arus utama yang cukup menonjol sejak zaman dahulu adalah semangat yang menghormati semuaagama, semangat yang tidak memandang hanya agama dan kepercayaan sendiri yang benar, semangat yang bersedia mengakui kebenaran hakiki, dari mana pun sumbernya, emangat yanag memandang agama lain hanya merupakan jalan lain menuju tujuan yang sama, semangat yang tercakup dalam ungkapan Empu Tantular: Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa. Semangat ini, untuk menghormati Empu Tantular, dinamakan Tantularisme

PERBEDAAN TANTULARISME DAN SINKRETISME
Melihat perbedaan tantularisme dengan sikretisme hanya dari proses atau wujud gejalanya, barangkali memang agak sulit. Persamaan dan perbedaan antara sikretisme dengan tantularisme pernah dibedakan oleh penulis buku ini, dengan ungkapan bahasa jawa:
yen dinulu mirip rupane, lamun ginigit beda rasane” [kalau dilihat mirip rupanya, kalau digigt beda rasanya]
Dilihat sepintas dari luar, wujudnya sering mirip, tetapi kalu dihayati seksama dari dalam, akan nyata bedanya. Pokok-pokok perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut:

  1. Sinkretisme berangkat dari keinginan untuk memadukan dua [atau lebih] system keyakinan, kepercayaan atau agama menjadi satu system baru yang unsure-unsurnya berasal dari sistem-sistem lama tersebut. Sedangkan tantulisme berangkat darti keyakinan bahwa system-sistem itu adalah jalan-jalan yang berbeda menuju kepda tujuan yang sama, yaitu Tuhan
  2. Hasil akhir Sinkretisme adalah terbentuknya sustu system agama atau kepercayaan baru, sedangkan tantularisme tidak dan tidak ingin membentuk agama ataupun system kepercayaan baru
  3. Sinkretisme tidak dapat melepaskan dirinya dari sektarianisme dan disadari atau tidak, akan beranggapan bahwa “system agama atua kepercayaannya itulah yang paling benar”, kare merupakan penggabungan dari unsur-unsur pilihan dari berbagai system yang ada. Tantularisme sama sekali bebas dari sektarianisme dan eksklusifisme, karena memang tidak membentuk “wadah” tersendiri dan tidak ingin menciptakan “pagar” atau pun “kurungan” yang baru. Kebenaran itu bersifat [meminjam istilah Abdurrahman Wahid] lintas batas. Segala yang universal itu bersifat lintas batas
  4. Sinkretisme bersifat divergen sedang tantularisme bersifat konvergen
  5. Sinkretisme tidak dapat melepaskan diri dari kenisbian pandangan tentang kebenaran, sedangkan tantularism,e bertitik tolak dari pandangan tan han dharma mangrwa, kebenaran hakiki itu bersifat tunggal dan universal. Di manapun ia berada, kebenaran adalah tetap kebenaran. Diakui atau pun tidak
  6. Sinkretisme yang menghasilkan system agama dan kepercayaan baru itu akhirnya juga menciptakan ajaran-ajaran bartu dan doktrin-doktrin baru. Tantularisme tidak menciptakan ajaran baru dan sepenuhnya bersifat non doktriner
  7. Sesuai dengan sifatnya yang sektaris, lingkup wawasamn Sinkretis, lingkup wawasan sinkretisme biasanya terbatas [contoh : aliran-aliran yang mengikat diri pada sifat kejawen], sedang lingkup wawasan tantularisme adalah universal, bebas dari dimensi ruang dan waktu.

No comments:

Warto Selaras

Google