Berangkat dari keyakinan, maka orang memeluk Agama. Kadangkala orang menjadi sangat fanatic, bahkan dengan sukarela berkorban untuk agamanya, bakan hanya harta, nyawapun dipertaruhkannya. Hal itu terjadi karena setiap orang memliki cara tersendiri dalam memaknai agama. Dalam memaknai Agama orang Jawa memiliki unikan, hal ini diendus ketiak M.Soehadha mencermati lebih detil dari sebuah kasus pengalaman mistis para penganut salah satu aliran kejawen terbesar di Indonesia--Paguyuban Ngesti Tunggal [Pangestu].
Kemudian apa “pangestu” itu?
Pangestu itu pada dasarnya bukanlah agama dan bukan pula mendirikan agama baru. Dan menolak penempatakn Pangestu sebagai perkumpulam kebatinan sebagaimana terhimpun dalam Himpunan Penganut Kepercayaan—HPK.
Penganutnya lebih suka, Pagestu dikatakan sebagai “Fakultas Psikologi”, tempat ,menempa kejiwaan. Oleh karena itu Pangestu tidak hanya diikuti orang yang mengaku abangan, namun juga dari kalangan yang “saleh” dalamn beragama [Islam atau Kisten]
…Kajian buku ini adalah membentangkan mistisme Pengestu yang menawarkan cara keagamaan yang lebih intens dan memberikan makna bagi kepuasan “rasa” religius di kalangan umat agama.
Dalam praktik agama-agama formal dianggap cenderung menekankan pada syariat penembah [ritual] dan hanya menawarkan kepuasan bersifat rasionalistik semata. Mistisme Pengestu menawari umat beragama praktik-praktik keberagaman yang damai dan toleran, sehingga tidak menimbulkan gejolak social, karena lebih berorientasi ke dalam diri pribadi manusia.
Data buku
JUDUL: Orang Jawa Memaknai Agama
PENULIS: M.Soehadha
PENERBIT: Kreasi Wacana—Kadipaten Kulon KP I/73 Yogyakarta 55132 . Telp. 0274—381682. E-mail : kreasi_wacana@telkom.net website: http://www.kreasiwacana.com/
ISBN : 978-602-8001-09-0
CETAKAN: I—Agusutus 2008
TEBAL: xvi + 232 halaman
Kemudian apa “pangestu” itu?
Pangestu itu pada dasarnya bukanlah agama dan bukan pula mendirikan agama baru. Dan menolak penempatakn Pangestu sebagai perkumpulam kebatinan sebagaimana terhimpun dalam Himpunan Penganut Kepercayaan—HPK.
Penganutnya lebih suka, Pagestu dikatakan sebagai “Fakultas Psikologi”, tempat ,menempa kejiwaan. Oleh karena itu Pangestu tidak hanya diikuti orang yang mengaku abangan, namun juga dari kalangan yang “saleh” dalamn beragama [Islam atau Kisten]
…Kajian buku ini adalah membentangkan mistisme Pengestu yang menawarkan cara keagamaan yang lebih intens dan memberikan makna bagi kepuasan “rasa” religius di kalangan umat agama.
Dalam praktik agama-agama formal dianggap cenderung menekankan pada syariat penembah [ritual] dan hanya menawarkan kepuasan bersifat rasionalistik semata. Mistisme Pengestu menawari umat beragama praktik-praktik keberagaman yang damai dan toleran, sehingga tidak menimbulkan gejolak social, karena lebih berorientasi ke dalam diri pribadi manusia.
Data buku
JUDUL: Orang Jawa Memaknai Agama
PENULIS: M.Soehadha
PENERBIT: Kreasi Wacana—Kadipaten Kulon KP I/73 Yogyakarta 55132 . Telp. 0274—381682. E-mail : kreasi_wacana@telkom.net website: http://www.kreasiwacana.com/
ISBN : 978-602-8001-09-0
CETAKAN: I—Agusutus 2008
TEBAL: xvi + 232 halaman
[Ajaran Tunggal Sabda]
Dalam kitab Sasangka Jati (1969: 70-90)disebutkan tentang pandangan Pangestu yang mengajarkan bahwa intisari dari ajaran agama Islam, Kristen dan Pangestu adalah sama. Ketiga keyakinan itu mengajarkan tentang syahadat tauhid, bahwa segala ajaran yang disampaikan melalui rasul, sebagaimana termuat dalam Injil pada intinya adalah ajaran tentang keimanan kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Adapun perbedaan syariat atau cara dalam menjalankan ajaran sudah menjadi kebijaksanaan Tuhan. …[hlm 120]
Pangestu Bukan Agama
Meskipun Pangestu memiliki konsep ajaran yang luas yang mencakup tentang Ketuhanan, kitab suci, utusan Tuhan [Rasul], dan ajaran-ajaran tentang jalan hidup, namun Pangestu menolak menyebut bahwa ajaran Pangestu adalah ajaran agama atau ajaran aliran kepercayaan
Apa kitab Sasangka Jati?
Kitab Sasangka Jati itu berisi perintah dan larangan, tetapi perintah dan larangan tersebut pelaksanaannya tidak mengandung hukum wajib bagi mereka yang percaya. Isi dari kita Sasangka Jati diibaratkan sebagai obor yang memberi terang bagi siapa yang masih diliputi oleh kegelapan, dan hanya ditujukan kepada siapa yang membutuhkan, Oleh karena itu pelaksanaan perintah dan larangan sebagaimana diajarkan dalam kitab tersebut, tidak mewujudkan suatu syariat yang lazim dalam agama-agama. Dengan dasar ajaran seperti itu, maka orang Pangestu lebih suka menyebut ajaran-ajaran Pangestu sebagai ajaran kejiwaan, atau dalam istilah mereka sebagai kancah pendidfikan jiwa atau sebagai “fakultas Psikologi”
Posisi
Posisi ajaran Pangestu dan pandangan agama-agama dengan jelas dapat dilihat dalam kitab sasangka Jati [1969:61-65]. Disebutkan dalam kitab tersebut bahwa kedatangan Sang Guru Sejati bukanlah hendak merusak atau mengganti peraturan Tuhan atau agama yang telah ada. Pangestu mengakui bahwa ajaran Kristen dan Islam adalah ajaran yang benar. Oleh karena itu, bagi mereka yang telah memegang syahadat Kristen atau Islam secara benar, dan telah menjalankan syariatnya, maka tidak ada kewajiban lagi bagi mereka untuk melaksanakan ajaran Pangestu [1969:64]
Kata Pengikut Pangestu:
Dokter Suyadi (45 Tahun)
“tidak ada satu orang pun di Pangestu yang tidak beragama. Semua orang yang ikut Pangestu adalah orang-orang yang beragama, entah dia Islam, Kristen, Katolik, Hindu maupun Budha. Demikian halnya saya ini, saya juga orang yang memeluk agama. Jangan menganggap bahwa orang yang menjalan ajaran Pangestu itu adalah orang tidak memeluk agama. Itu keliru. Seringkali orang menganggap bahwa mereka yang mengikuti Pangestu, bukan orang yang beragama. Sebab, orang itu menganggap bahwa Pangestu seperti aliran kebatinan atau aliran kepercayaan”
Kiyai Haji Yang Pangestu:
“ Jangan heran, jika di Pangestu ini terdapat banyak orang yang sangat saleh dan taat dalam menjalankan agama Islam atau Kristen. Bahkan di antara orang-orang Islam yang mengikuti Pangestu itu telah melaksanakan Ibadah Haji. Di Solo misalnya, Anda dapat menjupai orang Pangestu yang “kiyai haji” dan memiliki pondok pesantren. Namanya Haji Hambali. Anda bisa belajar banyak dari beliau, jika ingin mengetahui bagaimana hubungan antara ajaran Islam dengan ajaran Pangestu. Dia itu kalau mengajar di pondok pesanternnya juga mengkaji ajaran-ajaran Pangestu. Tetapi, kalu Anda ingin menjumpai yang bertitel “haji” saja, Anda bisa banyak menjumpai di Yogyakarta.”
Mengepresikan Perasaan Religius:
Para pengikut Pangestu yang menjadikan Pangestu sebagai tumpuan utama dari ekspresi keagmaannya, umumnya menganggap bahwa dalam kehidupan seseorang yang penting bukanlah pada “label” dari agama yang ia peluk, melainkan kesadaran keagamaan. Seorang informan yang masuk dalam golongan ini mengatakan bahwa orang boleh memeluk atau tidak memeluk agama apa pun secara formal, sebab yang penting bagi seseorang adalah kesadaran keagamaan, buka wadahnya. Orang harus mempunyai kesadaran bahwa Tuhan itu ada, Tuhan ada di hatinya. Dari keyakinan dan kesadaran terhadap adanya Tuhan, maka manusia mampu mengembangkan nilai-nilai moral yang baik, terutama dalam berhubungan sesama manusia.
Dalam kitab Sasangka Jati (1969: 70-90)disebutkan tentang pandangan Pangestu yang mengajarkan bahwa intisari dari ajaran agama Islam, Kristen dan Pangestu adalah sama. Ketiga keyakinan itu mengajarkan tentang syahadat tauhid, bahwa segala ajaran yang disampaikan melalui rasul, sebagaimana termuat dalam Injil pada intinya adalah ajaran tentang keimanan kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Adapun perbedaan syariat atau cara dalam menjalankan ajaran sudah menjadi kebijaksanaan Tuhan. …[hlm 120]
Pangestu Bukan Agama
Meskipun Pangestu memiliki konsep ajaran yang luas yang mencakup tentang Ketuhanan, kitab suci, utusan Tuhan [Rasul], dan ajaran-ajaran tentang jalan hidup, namun Pangestu menolak menyebut bahwa ajaran Pangestu adalah ajaran agama atau ajaran aliran kepercayaan
Apa kitab Sasangka Jati?
Kitab Sasangka Jati itu berisi perintah dan larangan, tetapi perintah dan larangan tersebut pelaksanaannya tidak mengandung hukum wajib bagi mereka yang percaya. Isi dari kita Sasangka Jati diibaratkan sebagai obor yang memberi terang bagi siapa yang masih diliputi oleh kegelapan, dan hanya ditujukan kepada siapa yang membutuhkan, Oleh karena itu pelaksanaan perintah dan larangan sebagaimana diajarkan dalam kitab tersebut, tidak mewujudkan suatu syariat yang lazim dalam agama-agama. Dengan dasar ajaran seperti itu, maka orang Pangestu lebih suka menyebut ajaran-ajaran Pangestu sebagai ajaran kejiwaan, atau dalam istilah mereka sebagai kancah pendidfikan jiwa atau sebagai “fakultas Psikologi”
Posisi
Posisi ajaran Pangestu dan pandangan agama-agama dengan jelas dapat dilihat dalam kitab sasangka Jati [1969:61-65]. Disebutkan dalam kitab tersebut bahwa kedatangan Sang Guru Sejati bukanlah hendak merusak atau mengganti peraturan Tuhan atau agama yang telah ada. Pangestu mengakui bahwa ajaran Kristen dan Islam adalah ajaran yang benar. Oleh karena itu, bagi mereka yang telah memegang syahadat Kristen atau Islam secara benar, dan telah menjalankan syariatnya, maka tidak ada kewajiban lagi bagi mereka untuk melaksanakan ajaran Pangestu [1969:64]
Kata Pengikut Pangestu:
Dokter Suyadi (45 Tahun)
“tidak ada satu orang pun di Pangestu yang tidak beragama. Semua orang yang ikut Pangestu adalah orang-orang yang beragama, entah dia Islam, Kristen, Katolik, Hindu maupun Budha. Demikian halnya saya ini, saya juga orang yang memeluk agama. Jangan menganggap bahwa orang yang menjalan ajaran Pangestu itu adalah orang tidak memeluk agama. Itu keliru. Seringkali orang menganggap bahwa mereka yang mengikuti Pangestu, bukan orang yang beragama. Sebab, orang itu menganggap bahwa Pangestu seperti aliran kebatinan atau aliran kepercayaan”
Kiyai Haji Yang Pangestu:
“ Jangan heran, jika di Pangestu ini terdapat banyak orang yang sangat saleh dan taat dalam menjalankan agama Islam atau Kristen. Bahkan di antara orang-orang Islam yang mengikuti Pangestu itu telah melaksanakan Ibadah Haji. Di Solo misalnya, Anda dapat menjupai orang Pangestu yang “kiyai haji” dan memiliki pondok pesantren. Namanya Haji Hambali. Anda bisa belajar banyak dari beliau, jika ingin mengetahui bagaimana hubungan antara ajaran Islam dengan ajaran Pangestu. Dia itu kalau mengajar di pondok pesanternnya juga mengkaji ajaran-ajaran Pangestu. Tetapi, kalu Anda ingin menjumpai yang bertitel “haji” saja, Anda bisa banyak menjumpai di Yogyakarta.”
Mengepresikan Perasaan Religius:
Para pengikut Pangestu yang menjadikan Pangestu sebagai tumpuan utama dari ekspresi keagmaannya, umumnya menganggap bahwa dalam kehidupan seseorang yang penting bukanlah pada “label” dari agama yang ia peluk, melainkan kesadaran keagamaan. Seorang informan yang masuk dalam golongan ini mengatakan bahwa orang boleh memeluk atau tidak memeluk agama apa pun secara formal, sebab yang penting bagi seseorang adalah kesadaran keagamaan, buka wadahnya. Orang harus mempunyai kesadaran bahwa Tuhan itu ada, Tuhan ada di hatinya. Dari keyakinan dan kesadaran terhadap adanya Tuhan, maka manusia mampu mengembangkan nilai-nilai moral yang baik, terutama dalam berhubungan sesama manusia.
No comments:
Post a Comment