Sunday, November 9, 2008

Wayang itu di dalamnya sarat makna, bukan hanya hasil kreasi budaya, namun kandungan filsafati yang tinggi, bahkan mengandung energi optima yang seakan-akan menjadi daya bangkit motivasi yang tinggi. Dari wayang banyak pula pembelajaran, memang sesungguhnya wayang lahir sebagai latar atau stadion yang amat luas untuk melakukan olah pikir sekaligus olah batin. Tokoh-tokoh wayang acapkali diambil sibagai simbul atau jargon-jargon, dan tidak jarang orang dalam berperilaku dituntun seolah-olah sama dang sebangun dengan perwatakan wayang itu sendiri. Tidak ada yang salah, karena dalam wayang tersimpan ratusan model perwatakan manusia.
Ruang gerak, waktu, kuantita, kualita acapkali digambarkan oleh tokoh wayang, dan semuanya tersedia, manusia tinggal mengambil sebagai master untuk patron dalam berperilaku.
Seperti tokoh Semar, bagaikan samudra batin, didalam perwatakannya mengambarkan keluhuran, disamping besarnya sebuah pengorbanan diri [lelabuh], dan kuatnya pengabdian [ sebagai pamong]......
Saat ini Semar akan di bahas singkat terkait dengan jati dirinya, dan dikait dengan filsafat Ketuhanan, yang orang sering memadukan hati sebagai tempat bersemayamnya nur ilahi, akhirnya berbentuk manunggalnya dalam diri, dalam ranah manunggaling kawula lan gusti.
Data Buku
JUDUL : Semar & Filsafat Ketuhanan
PENULIS: Samsunu Yuli Nugroho
PENERBIT: Gelombang Pasang Perum Pertamina S 17 Kalasan Yogyakarta. Telp. 081-7542-3042
ISBN: 979-98385-7-6
CETAKAN: Pertama 2005
TEBAL: 142.
SARING- Sadapan Ringkas.
Buku ini merupaka karya akademik yang diangkat dari skripsi. Tentunya yang tersaji adalah sari patinya, sehingga kesan karya ilmiah tidak terlalu nampak disini.
Semar sebagai tokoh dicandra dari berbagai dimensi, mulai dari penokohan hingga sebagai bahan rujukan dalam berperilaku.
Menurut buku ini, cerita pewayanan berisi ajaran yang dapat digunakan sebagai pegangan serta teladan misalnya tentang Ketuhanan, filsafat moral, kepahlawanan, kenegaraan dan cita-cita hidup. Semar sebagai tokoh dalam pewayang seringkali ditokohkan yang kerap memberikan pembelajaran hidup, kendati seorang "batur" [pembantu], namun pola tindak dan pola lakunya penuh dengan ajaran Ketuhanan dan filsafat moral.
Dari melihat sosok Semar ini manusia diajak merenungkan hidupnya sendiri, seperti "Sangkan paraning dumadi" dan bagaimana menghadapi kehidupan dunia yang sangat singkat.

FIGUR PANAKAWAN
Figur panakawan SEmar didalam dirinya terjandung suatu bentuk konsepsi atau bahasa lambang dan sifat-sifat, nama-nama dan aspek ketuhanan yang terkandung dalam figur tokoh panakawan Semar, maka tokoh Semar dapat dipandang dari beberapa perspektif kepercayaan dan agama yang ada di Indonesia [jawa].
Pada hakikatnya pengertian "panakawan", berasala dari kata "pana",: cerdas, jelas, terang sekali atau cermat dalam pengamatan. "kawan" : teman. Jadi panakawan bearti teman/pamong yang sangat [pana] cerdik sekali, dapat dipercaya serta mempunayi pandangan yang luas dan pengamatan yang tajam dan cermat. Tegasnya adalah pamong atau orang kepercayaan yang dapat tanggap in sasmita dan limpad pasang ing grahita --[Sri Mulyono, 1989;68]
Adapun tingkah laku dan tindakan lahiriah panakawan berfungsi sebagai:
  1. Penasihat atau cahaya tuntutnan pada waktu staria dalam kesukaran/kebingungan dan kegelapan
  2. Penyemangat pada waktu satriya dalam keadaan putus asa
  3. Penyelamat pada waktu satriya dalam keadaan bahaya
  4. Pencegah pada waktu satriya dalam nafsu/emosional
  5. Teman pada waktu satriya kesepian
  6. Penyembuh pada waktu satriya dalam keadaan sakit
  7. Penghibur pada waktu satriya dalam keadaan kesusahan
SEMAR YANG MENJUJUNG HARMONI:
Semar sebagai figur yang menjunjung tinggi harmoni pada jalur mendatar [horizontal/social] dan jalur vertical religius. Kata kunci utuk kedua harmoni mendatar atau sosial, Kawulo-Gusti menjadi penghubung yang selaras antara rakyat dan pemimpin. Pelanggaran terhadap harmoni timbulah gara-gara.
Gara-gara adalah momentum disharmoni alam dan menusia yang memerlukan suatu kekuatan untuk meredakannya. Gara-gara merupakan peristiwa alam dalam keadaan chaos atau kacau balau.
Darmajati Supanjar [1993 : 219] mengatakan bahwa alam akan chaos /kacau diperlukan campur tangan dari tingkat setinggi-tingginya, yaitu Tuhan, melalui "Semar"
Pemunculan figur Semar dalam peristiwa gara-gara membawa keadaan dunia dalam alam semesta menjadi tenang, damai seperti sedia kala. Figur semar dalam hal ini diharapkan kehadirannya sebagai pengayom dunia dan kehancuran dan kerusakan.


SEBUTAN DIRI SEMAR
Adapun makna nama dan sebutan yang melekat pada figur Semar antara lain:

  1. Semar berati Samar [ghaib] tak dapat dijangkau akan [trancendent]. Semar berasal dari kata "sengsem marang kang samara" dapat disalurkan cinta kepda kang ghaib [Allah] yang dijelmakan lewat ibadah asma-Nya [Poejosoebroto, 1975; 46]. Semar juga berasal dari kata "Sar" berarti sesuatu yang memancarkan cahaya [dewa cahaya] atau sebagai sumber cahaya
  2. Semar memilki sebutan Badranaya yang artinya cahaya tuntnan atau tuntunan sejati atau nurnaya atau nur cahaya. Menurut Poejosoebroto [1975;51] Badra berarti kebahagiaan, berarti kesejahteraan, sedangkan naya berarti kebijakan politik. Badranaya berarti politik kebijakansanaan,kebijaksanaan yang menuju kebahagiaan dan kesejahteraan.
  3. Jnana Badra berati caha ilmu pengetahuan. Jnana berarti ilmu pengetahuan, sedangkan Bhadra berarti bulan atau cahaya atau sinar. Jadi Jnana Bhadra berarti sinar ilmu pengetahuan
  4. Maya berarti kesaktian brahmana, "kesaktian sunya" dan maya sendiri tak tampak atau "tan kasat mata". Jadi maya itu adalah maya, tetapi juga berarti sakti
  5. Janggan, Kyai, Kakang adalah sebutan untuk ulama atau orang yang dihormati
  6. Asmara, berarti cinta kasih,phylotes atau [dalam tasawuf] sama dengan Mahabbah, tingkat di atas ma'rifat
  7. Santa, berati suci, jadi asmarasanta berati cinta kasih yang suci
  8. Duda manang-manung, berarti bukan laki-laki, bukan wanita juga bukan banci. Tidak mempunyai dunung [tempat tinggal] tetapi berada di mana-mana [immanent] tidak beranak, tetapi diikuti "anak" [Gandarwa Bausasra]. Pendek kata tak ada yang sama dengan apapun [tan keno kinoyo ngopo]
  9. Cahya Buana, berarti cahaya bumi, langit dan seisinya.
......Masih sarat makna, dan maaf tidak di kupas tuntas.......



No comments:

Warto Selaras

Google